Minggu, 22 Agustus 2010

15 Ibadah Unggulan dibulan Ramadhan (tak hanya sekolah yang unggulan loh..)


Ibadah adalah segala aktifitas yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik yang terdiri dari ucapan atau perbuatan yang tersembunyi dan yang tampak. Allah berfirman, “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
(QS-Adz Dzariyat 56).
SYAHADAT, shalat, puasa, zakat, haji adalah bagian dari ibadah. Begitu juga jujur, berkata yang baik, menunaikan amanah, berbakti kepada orangtua, menepati janji, menyambung tali silaturrahim, berjihad, mengajak orang pada kebaikan, mencegah mereka dari kemungkaran, berbuat baik kepada teman, tetangga, memberi makan sesama dan hewan, menyiram tumbuhan dan memelihara tanaman, bekerja untuk mencari rizki yang halal juga termasuk ibadah. Bersabar atas mushibah, bersyukur atas nikmat, ikhlas dalam berbuat, bertawakkal kepada Allah SWT dalam hidup, berharap pertolongan dan ridha-Nya juga bagian dari ibadah.
Tidak hanya di bulan Ramadhan saja kita disuruh memperbanyak ibadah, di bulan-bulan lainnya juga kita diperintahkan untuk beribadah. Hanya saja saat bulan Ramadhan tiba, kita dianjurkan untuk meningkatkan kuantitas ibadah kita, lebih giat lagi dan lebih bersemangat. Tapi kenyataannya, tak jarang kita jumpai kaum muslimin yang membaca al-Qur'an, shalat malam atau shalat sunnah, beri'tikaf dan bersedekah bila ada di bulan Ramadhan saja. Sebelum datang Ramadhan, atau setelah berlalu dari bulan Ramadhan, banyak yang lalai dan berpaling dari Allah. Al-Qur'an mengingatkan kita, "Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang ajal (kematian) kepadamu." (QS. Al-Hijr: 99).
Abu Barzah al-Aslami berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah kedua kaki seorang hamba melangkah pada hari kiamat, kecuali ia akan ditanya; tentang umurnya, untuk apa ia habiskan. Tentang ilmunya, untuk apa ia gunakan. Tentang hartanya, dari mana ia dapatkan dan kemana ia belanjakan. Tentang badannya, untuk apa ia manfaatkan." (HR. Tirmidzi, no. 2341 dan ia nyatakan hadits hasan shahih. Syekh al-Albani juga menshahihkannya, no. 946).
Bagaimana caranya agar kita bisa memanfaatkan waktu-waktu yang ada di bulan Ramadhan ini untuk meraih pahala lebih banyak daripada bulan-bulan lain? Sementara aktifitas dan kegiatan kita di bulan Ramadhan ini tidak berkurang, sama dengan bulan-bulan lainnya, bahkan bisa jadi malah bertambah. Aktifitas boleh sama padatnya, tapi semangat beribadah tidak boleh sama kendornya, antara bulan-bulan lain dengan bulan Ramadhan. Kita harus selektif dalam memilih aktifitas dan cerdik dalam mengatur waktu yang ada. Dan yang tak kalah pentingnya adalah, memilih ibadah-ibadah unggulan (utama) untuk mengisi lembaran harian kita.
1. Puasa
Puasa menurut bahasa artinya menahan. Menurut istilah syari'at, puasa adalah menahan lapar, haus dan persetubuhan dari Shubuh sampai Maghrib disertai dengan niat. (Kitab at-Ta'rifat: 139). Puasa dalam bulan Ramadhan menjadi ibadah yang paling pokok, sehingga bulan Ramadhan juga disebut bulan puasa. Bagi mereka yang imannya kuat dan hatinya sehat, tidak akan merasa keberatan sama sekali untuk berpuasa Ramadhan, meskipun harus sebulan penuh. Tapi bagi mereka yang imannya lemah dan hatinya sakit, maka puasa merupakan beban hidup yang sangat berat.
Abu Umamah berkata, "Aku pernah mendatangi Rasulullah dan berkata, 'Perintahlah aku untuk melaksanakan amalan yang bisa memasukkanku ke surga!' Beliau bersabda, 'Hendaklah kamu berpuasa, karena ia adalah ibadah yang tiada tandingannya'. Lalu aku mendatanginya lagi dan meminta hal yang sama. Beliau bersabda, 'Hendaklah kamu berpuasa'." (HR. Ahmad, no. 21128, Hakim dan ia menshahihkannya).
Dalam riwayat lain, Abu Hurairah berkata, "Bahwasanya Rasulullah telah bersabda, “Antar shalat lima waktu, Jum'at dengan Jum'at yang lain, Ramadhan dengan Ramadhan yang lain adalah pelebur dosa-dosa, selama para pelakunya menjauhi dosa-dosa besar." (HR. Muslim, no. 344). Pada riwayat lain, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa berpuasa sehari ikhlas karena Allah, maka Allah akan menjauhkan dirinya dari neraka selama 70 tahun." (HR. Bukhari, no. 2628 dan Muslim, no. 1949). Di riwayat lain, "Setiap amal anak Adam, pahalanya dilipatgandakan 10 hingga 700 kali lipat. Kecuali puasa, karena ia dikerjakan khusus untuk-Ku dan Akulah yang akan memberi balasan tersendiri, ia meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku." Begitulah Rasulullah menegaskan dalam hadits qudsi riwayat Imam Muslim, no. 1945.
Puasa adalah ibadah yang sangat besar pahalanya, apalagi puasa di bulan Ramadhan. Bila kita laksanakan dengan ikhlas, pahalanya besar dan dosa-dosa kita yang telah berlalu diampuni. "Barangsiapa puasa di bulan Ramadhan karena iman dan ikhlas, maka dosanya yang telah berlalu diampuni." (HR. Bukhari dan Muslim).
Sangat disayangkan kalau kita tidak berpuasa di bulan Ramadhan, padahal tidak ada alasan ('udzur) yang dibenarkan secara syari'at. Dalam kitab shahihnya, Imam Bukhari menyebutkan hadits marfu' dari Abu Hurairah, "Barangsiapa tidak berpuasa sehari di bulan Ramadhan tanpa udzur syar'i dan bukan karena sakit, maka (pahala yang hilang) tidak cukup bila diganti dengan puasa setahun (di bulan lain)." (HR. Bukhari, Bab: Apabila bersetubuh di bulan Ramadhan).
2. Shalat Berjamaah
"Orang yang rajin shalat dalam kesehariannya, ia tidak akan meninggalkan puasa Ramadhan. Dan banyak orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, tapi ia tidak shalat lima waktu." Begitulah gambaran nyata kondisi umat Islam dewasa ini. Itu pemandangan yang ironis, tapi realistis. Meskipun seharusnya hal itu tidak boleh terjadi. Karena puasa Ramadhan dan shalat lima waktu termasuk rukun Islam yang lima dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim mukallaf.
Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Ikatan Islam dan pondasi agama ada tiga, tiga pilar itulah landasan Islam. Barangsiapa yang meninggalkan salah satunya, maka ia telah kafir dan halal darahnya. Yaitu, Syahadat, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Shalat wajib lima waktu. Dan Puasa bulan Ramadhan." (HR. Abu Ya'la, no. 2349. Imam al-Haitsami menyatakan sanadnya hasan, dan Imam adz-Dzahabi menyatakan haditsnya shahih).
Perhatian kita terhadap pelaksanaan shalat lima waktu dan puasa Ramadhan harus sama besarnya. Keduanya harus kita laksanakan sebagai kewajiban seorang muslim, agar 'titel' keislaman kita tidak lepas dan tiang agama kita tetap kokoh. Dan usahakan dalam pelaksanaan shalat lima waktu bisa dilakukan secara berjamaah, apalagi dalam bulan Ramadhan. Bagi yang laki-laki berjamaah di masjid, dan bagi yang perempuan bisa berjamaah di masjid atau di rumah masing-masing. Berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah bisa mencuci dosa-dosa, bagaikan seseorang yang mandi untuk mencuci kotoran yang ada di badannya. Bila ada orang yang mandi lima kali dalam sehari, pasti badannya akan bersih dari kotoran. Begitu juga orang yang shalat berjamaah di masjid, ia akan suci dari kotoran dosa dan kesalahan. Jabir bin Abdullah berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Perumpamaan shalat lima waktu seperti sungai yang mengalir deras di depan pintu kalian. Dengannya kalian akan mandi sebanyak lima kali. Jabir berkata, 'Hasan menambahkan, 'Dengan mandi seperti itu, niscaya tak ada lagi kotoran di badan'." (HR. Muslim, no. 1072). Shalat berjamaah di masjid akan bertambah nilainya jika kita laksanakan pada awal waktunya. Ketika imam mulai bertakbiratul ihram (takbir rakaat yang pertama), langsung bisa kita ikuti takbir tersebut. Kalau hal itu bisa kita lakukan setiap hari lima kali (setiap shalat lima waktu) selama 40 hari, maka diri kita akan terbebas dari sifat munafik dan terhindar dari adzab neraka. Begitulah Rasulullah SAW mengajarkan. Anas bin Malik berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang shalat berjamaah (ikhlas) karena Allah selama 40 hari dan selalu menjumpai takbir pertama (imam), maka ia akan mendapatkan dua pembebasan. Bebas dari adzab neraka dan bebas dari kemunafikan." (HR. Tirmidzi, no. 224).
3. Membaca al-Qur'an
Rasulullah SAW selalu bertadarrus dengan Malaikat Jibril dalam bulan Ramadhan, dan beliau bisa mengkhatamkan sekali. Tapi di tahun akhir hayatnya, beliau mengkhatamkan hingga dua kali. Simaklah riwayat berikut, bagaimana Rasulullah SAW mendidik shahabat dan umatnya untuk aktif berinteraksi dengan al-Qur'an, terutama di bulan Ramadhan. Abdullah bin 'Amr bin 'Ash pernah bertanya kepada Rasulullah. "Dalam berapa hari saya mengkhatamkan al-Qur'an?" Rasulullah menjawab, 'Khatamkanlah al-Qur'an dalam setiap bulan'. Abdullah berkata, 'Wahai nabi Allah, aku kuat bila kurang dari itu'. Rasulullah bersabda, 'Khatamkanlah dalam dua puluh hari'. Abdullah berkata, 'Wahai nabi Allah, aku kuat bila kurang dari itu'. Rasulullah bersabda, 'Khatamkanlah dalam sepuluh hari'. Abdullah berkata, 'Wahai nabi Allah, aku kuat bila kurang dari itu'. Rasulullah bersabda, 'Khatamkanlah dalam tujuh hari dan jangan kau kurangi lagi'. (Abdullah berkata, "Aku telah minta yang berat, dan hal itu memang berat bagiku"). Rasulullah bersabda kepadaku, "Kamu tidak tahu, bagaimana bila umurmu panjang". Abdullah berkata lagi, "Dan memang umurku panjang sebagaimana yang disabdakan Rasulullah, sehingga aku makin terasa berat dalam menunaikan tugas itu. Dan ketika aku sudah tua, aku menyesal, kenapa dahulu tidak aku terima dispensasi yang diberikan Rasulullah." (HR. Bukhari dan Muslim).
Mari kita bercermin kepada para shahabat dan para ulama dalam interaksi bersama al-Qur'an. Utsman bin Affan setiap malam mengkhatamkan al-Qur'an dalam shalatnya. (Fadhailul Qur'an: 35). Ubay bin Ka'ab mengkhatamkannya setiap 8 hari sekali. Tamim ad-Dari mengkhatamkannya 7 hari sekali. (Shafwatus Shafwah: 1/476). Sa'id bin Jubeir mengkhatamkannya 2 malam sekali, dan pada bulan Ramadhan mengkhatamkannya antara Maghrib dan Isya'. (Hilyatul Auliya': 4/273). Dari generasi Tabi'in, Hasan al-Bashri mengkhatamkan al-Qur'an antara Dhuhur dan 'Ashar, sebagaimana ia sering mengkhatamkannya antara Maghrib dan Isya' pada bulan selain Ramadhan. (Hilyatul Auliya': 3/58). 'Alqamah mengkhatamkannya 5 hari sekali. (Shafwatus Shafwah: 3/27). Al-Aswad bin Yazid an-Nakha'i mengkhatamkannya pada bulan Ramadhan setiap 2 malam sekali, di luar bulan Ramadhan, ia mengkhatamkannya setiap 6 hari sekali. (Hilyatul Auliya': 2/103). Imam Qatadah mengkhatamkan al-Qur'an dalam waktu 7 hari sekali, dan di bulan Ramadhan mengkhatamkannya 3 hari sekali. Dan bila memasuki 10 hari terakhir, ia mengkhatamkannya setiap malam. (Hilyatul Auliya': I/338).
Bagaimana dengan 4 Imam madzhab? Imam Abu Hanifah (pelopor madzhab Hanafi) mengkhatamkan al-Qur'an setiap malam dalam shalatnya (biasanya di waktu sahur). (Siyaru A'lamin Nubala': 6/400). Imam Malik (pelopor madzhab Maliki), ia menutup majlis taklim yang mengajarkan ilmu hadits dan lainnya di bulan Ramadhan, kemudian mengkonsentrasikan diri membaca al-Qur'an." (Majalis Ramadhaniyyah: 23). Imam Muhammad bin Idris as-Syafi'i (pelopor madzhab Syafi'i) terbiasa mengkhatamkan al-Qur'an dalam shalatnya sebanyak enam puluh kali selama Ramadhan." (Siyaru A'lamin Nubala': 10/ 83). Ahmad bin Hanbal (pelopor madzhab Hanbali), "Setiap hari ayahku terbiasa membaca al-Qur'an sebanyak 7 kali, dan mengkhatamkannya setiap 7 hari sekali," kata anaknya." (Hilyatul Auliya': 9/181).
Membaca al-Qur'an di bulan Ramadhan menjadi ibadah unggulan yang sangat istimewa nilainya di sisi Allah SWT . Meskipun kita belum mampu untuk mengkhatamkan al-Qur'an dalam beberapa hari seperti para ulama' pendahulu kita, kita bisa mengkhatamkannya dalam sebulan. Dan tidak lupa kita sisihkan waktu untuk membaca terjemah maknanya atau menghadiri kajian tafsirnya, agar kita bisa memahami makna ayat-ayat dan menjadikannya sebagai petunjuk hidup.
4. Tarawih dan Qiyamullail
'Amr bin Murroh al-Juhani berkata, "Telah datang seorang laki-laki dari Qudho'ah ke Rasulullah dan bertanya, 'Wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku telah bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, dan kamu adalah utusan Allah, dan aku tegakkan shalat lima waktu, aku berpuasa di bulan Ramadhan dan melaksanakan tarawih di malamnya, dan aku tunaikan zakat.' Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa yang mati dalam keadaan seperti itu, maka ia akan masuk golongan orang-orang jujur dan orang-orang mati syahid." (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan dishahihkan Syekh al-Albani, no. 2262).
Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang beribadah di malam Ramadhan karena iman dan ikhlas, maka dosa-dosanya yang telah berlalu diampuni." (HR. Bukhari, no. 36 dan Muslim, no. 1266).
Begitu besar keutamaan yang didapatkan oleh orang-orang yang rajin shalat tarawih. Karena ibadah yang satu ini sangat berat bagi mereka yang imannya masih lemah. Banyak godaan yang harus dihadapi. Di antaranya, waktu malam adalah waktu istirahat. Banyak orang cenderung bersantai saat itu. Capek karena lelah setelah bekerja seharian. Malas karena perutnya kekenyangan saat berbuka puasa. Berat untuk meninggalkan sinetron favorit di layar kaca yang selama ini rutin ditonton sebelum Ramadhan.
Bagaimana kita bisa mendapatkan gelar taqwa dalam bulan Ramadhan, kalau kita berat untuk meninggalkan kesenangan diri demi memenuhi panggilan Ilahi. Ramadhan adalah bulan jihad, kita harus mengobarkan peperangan melawan kemalasan, bujukan hawa nafsu dan ajakan syetan, baik itu syetan manusia maupun syetan jin. Ingatlah sabda Rasulullah, "Sopanlah dalam berbicara, sebarkanlah salam, sambunglah persaudaraan dan shalatlah di waktu malam ketika manusia terlelap tidur, niscaya kamu akan masuk surga dengan selamat." (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan Syekh al-Albani, no. 569).
Islam tidak melarang para wanita pergi ke masjid untuk shalat berjamaah. Tapi mengatur mereka dan mengarahkannya agar tidak menimbulkan fitnah bagi yang lain, yang akhirnya membahayakan keselamatan dirinya dan mengancam kesucian. Syekh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata, "Wanita boleh datang ke masjid untuk shalat berjamaah dengan syarat; ia harus menjauhi hal-hal yang bisa membangkitkan syahwat atau yang bisa menimbulkan fitnah, tidak berhias dan tidak memakai wangi-wangian." Karena Rasulullah telah bersabda, "Janganlah kalian melarang wanita-wanita muslimah untuk datang ke masjid". (HR. Muslim, no. 668). Dan di riwayat lain, "Wanita siapapun yang telah memakai wangi-wangian, janganlah ia hadir bersama kami untuk berjamaah shalat Isya' di malam hari." (HR. Muslim, no. 675). (Kitab Fiqhus Sunnah: I/171).
5. Shalat Dhuha
Waktu Dhuha adalah waktu pagi, dimulai dari matahari terbit setinggi dua tombak sampai matahari hampir tepat di atas kepala kita. Dalam waktu ini ada shalat sunnah yang sangat dianjurkan oleh Allah SWT, sayang kalau ditinggalkan. Di luar bulan Ramadhan saja, Rasulullah SAW mewanti-wanti umatnya agar tidak meninggalkan shalat sunnah yang satu ini, apalagi dalam bulan Ramadhan. Abu Hurairah berkata, "Rasulullah telah berwasiat kepadaku 3 perkara. Yaitu puasa tiga hari setiap bulan (di pertengahan bulan Hijriyah), dua rakaat shalat sunnah Dhuha, dan shalat witir sebelum tidur." (HR. Bukhari, no. 1845 dan Muslim, no. 1182). Adapun jumlah rakaat shalat Dhuha, paling sedikit 2 rakaat dan paling banyak 8 rakaat atau 12 rakaat dalam riwayat lainnya.
Dalam riwayat lain, dijelaskan bahwa dua rakaat shalat Dhuha keutamaannya sama dengan pahala 360 shadaqah (HR. Abu Daud, no. 1094). Dan dalam hadits qudsi diriwayatkan, "Allah berkata, 'wahai Ibnu Adam, shalatlah kamu empat rakaat di permulaan siang (waktu Dhuha), maka akan Kucukupi kebutuhanmu pada hari itu." (HR. Tirmidzi, no. 437 dan dia katakan hadits hasan gharib).
6. Shalat Ba'da Wudhu
Bersuci diri dari hadats kecil dengan cara berwudhu ternyata punya banyak keutamaan, tidak hanya sebatas basah-basahan dengan air. Tapi itu merupakan ibadah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Tidak hanya saat kita mau shalat, di luar shalat pun kalau kita mau bersuci saat telah batal, maka wudhu sangat dianjurkan. Apalagi kalau hal itu kita lakukan dalam bulan Ramadhan, sehingga kita setiap saat bisa beribadah kepada Allah SWT dengan kondisi lebih baik karena kita dalam keadaan bersuci.

Termasuk keutamaan wudhu, Rasulullah SAW bersabda, "Istiqomahlah kalian dan jangan mengendor, ketahuilah bahwa termasuk amalan yang paling utama adalah shalat. Dan tidaklah mampu menjaga wudhu (suci dari hadats kecil) selain orang mukmin." (HR. Ibnu Majah, no. 237). Di riwayat lain, "Barangsiapa berwudhu dan ia menyempurnakan wudhunya, maka dosa-dosanya akan keluar dari badannya bahkan ada yang keluar dari balik kuku-kukunya." (HR. Muslim, no. 361).
Luar biasa, air wudhu yang kita basuhkan pada anggota badan kita, tidak hanya membersihkan kotoran luar yang melekat pada anggota badan tersebut, tapi kucuran atau tetesan airnya juga mampu menggelontorkan dosa-dosa dan kesalahan kita. Subhanalloh. Saat kita berkumur, bersihlah dosa yang disebabkan lisan. Saat kita membasuh muka, bersihlah dosa yang ada di muka. Saat kita membasuh tangan, bersihlah dosa yang dilakukan tangan. Saat kita mengusap kepala, dosa yang mengotori kepala ikut terusap. Saat kita menyiram kaki, luluhlah dosa-dosa yang mengotori kaki. Dan setelah itu, lengkapilah proses pencucian dosa itu dengan shalat dua rakaat pasca wudhu. Rasulullah bersabda: Humran berkata, "Aku telah melihat Utsman bin Affan berwudhu, (lalu ia menceritakan cara wudhu Utsman). 'Utsman berkata, 'Aku telah melihat Rasulullah berwudhu seperti cara wudhuku ini. Kemudian beliau bersabda, 'Barangsiapa berwudhu dengan cara wudhuku ini, lalu ia shalat dua rakaat tidak memikirkan hal lain dalam shalatnya (khusyu'), maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah berlalu." (HR. Bukhari, no. 1798)."Tidaklah seorang muslim berwudhu dan ia membaguskan wudhunya (menyempurnakannya), lalu ia melaksanakan shalat dua rakaat, khusyu' dengan segenap pikiran dan hatinya, kecuali ia berhak untuk masuk surga." (HR. Muslim). Dan masih dalam riwayat yang sama, Umar bin Khatthab menyambung lidah Rasulullah SAW, bahwa beliau juga bersabda : "Tidaklah salah seorang dari kalian menyempurnakan wudhunya, lalu membaca: 'Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, dan Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya', kecuali Allah akan membukakan baginya pintu-pintu surga yang jumlahnya delapan, dan ia diberi kebebasan untuk masuk melalui pintu yang mana saja." (HR. Muslim, no. 345).
Itulah yang dimaksud dengan ibadah unggulan di bulan Ramadhan. Alangkah bahagianya kalau kita bisa melaksanakan hal itu dalam bulan Ramadhan ini, dan kita lanjutkan pasca Ramadhan kelak. Sungguh sangat beruntung bila kita berhasil menunaikan ibadah yang satu ini.
7. Menyegerakan Berbuka
Mungkin kita pernah mendengar istilah 'ta'jil'. Apalagi dalam bulan Ramadhan, kalimat itu lebih sering kita dengar. Pada beberapa masjid di negeri kita ini disediakan makanan ringan dan minuman (kue, buah, kurma, kolak, air es, air putih) menjelang Maghrib tiba. Mereka menyebutnya dengan istilah ta'jil. Dan itu merupakan tradisi yang harus dikembangkan, karena banyak manfaat dan keutamaannya. Ta'jil arti sebenarnya adalah bersegera atau menyegerakan. Yang dimaksud di sini adalah menyegerakan berbuka puasa dengan makan makanan ringan yang manis atau sekadar minum air putih atau teh hangat.
Rasulullah SAW bersabda, "Kondisi orang yang berpuasa akan senantiasa baik-baik saja, selama mereka menyegerakan berbuka. Segerakanlah berbuka, karena orang-orang Yahudi kalau berpuasa mereka suka mengakhirkan (menunda) berbuka." (HR. Ibnu Majah, no. 1688). Hadits serupa juga diriwayatkan Bukhari, no. 1821 dan Muslim, no. 1838. Dan do'a yang dianjurkan untuk dibaca saat berbuka, di antaranya: ' Dzahabazh Zhoma-u, wabtallatil 'uruq, wa tsabatal ajru insya Allah'. (Telah hilang dahaga dan telah basah urat-urat nadi, dan pahala pun telah ditetapkan, insya Allah). (HR. Abu Daud, no. 2010).
Anas bin Malik berkata, “Rasulullah apabila berbuka, beliau makan beberapa butir kurma matang dan segar sebelum shalat. Jika tidak ada kurma matang dan segar, beliau makan beberapa kurma biasa. Kalau kurma biasa tidak ada, beliau minum beberapa teguk air.” (HR. Abu Daud, no 2009).
8. Mengakhirkan Sahur
Dalam al-Qur'an, Allah SWT telah menyebutkan karakter orang yang berbuat baik (Muhsin) di antaranya, "Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam, mereka memohon ampunan (kepada Allah)." (QS. adz-Dzariyat: 17-18). Akhir-akhir malam adalah waktu sahur, yaitu sekitar satu jam sebelum Shubuh. Itulah waktu yang mustajab, waktu yang cocok untuk memperbanyak istighfar dan beribadah kepada Allah SWT ."
Oleh karena itulah, kita dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk mengakhirkan sahur. Dan beliau juga berpesan kepada ummatnya agar tidak meninggalkan sahur. Meskipun kita merasa perut telah kenyang, dan kita merasa mampu atau kuat berpuasa walau tanpa makan sahur. Makan sahur merupakan pembeda antara model puasa orang mukmin dengan puasa ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani). "Perbedaan antara puasa kita (muslim) dengan puasa ahlul kitab adalah pada makan sahur." (HR. Muslim, no. 1836). Dan Rasulullah juga menginformasikan bahwa dalam makan sahur terdapat banyak keberkahan. "Makan sahurlah kalian, karena dalam sahur itu ada keberkahan." (HR. Bukhari, no. 1789 dan Muslim, no. 1835). Beliau juga menganjurkan kita untuk mengakhirkan sahur, "Ummatku senantiasa baik-baik saja (saat puasa) selama mereka mengakhirkan makan sahur." (HR. Ahmad, no. 20530).

Makan sahur tidak harus makan berat, seperti sepiring nasi atau yang sejenisnya. Yang penting kita bangun pada saat itu. Kalau kita merasa lapar, makanlah sesuai kebutuhan. Kalau tidak lapar, makanlah makanan ringan atau minum beberapa teguk. Yang utama kalau kita makan beberapa kurma saat sahur, "Sebaik-baik sahur seorang mukmin adalah beberapa butir kurma." (HR. Abu Daud, no. 1998). Dan usahakan sahur kita selesai sekitar 10 menit sebelum adzan Shubuh, seperti sahurnya Rasulullah." (HR. Bukhari dan Muslim). Setelah itu kita siap-siap untuk melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Abu Sa’id al-Khudri berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Sahur adalah makanan yang berkah, janganlah kalian meninggalkannya, meskipun hanya dengan seteguk air. Karena Allah melimpahkan karunia-Nya kepada orang-orang yang sahur, dan para malaikat-Nya berdo'a untuk mereka." (HR. Ahmad, no. 10969). Sungguh ibadah yang satu ini sangat istimewa dan utama, pantas menjadi ibadah unggulan di bulan puasa.
9. Dua Rakaat Fajar
Setelah makan sahur, sisakan waktu 10 menit (waktu Imsak) untuk rehat sejenak dan siap-siap pergi ke Masjid terdekat untuk shalat Shubuh berjamaah. Ketika telah mendengar adzan Shubuh, shalatlah dua rakaat fajar (sunnah qabliyah Shubuh) di rumah atau langsung pergi ke Masjid dan shalat di sana. Shalat sunnah satu ini sangat istimewa bagi Rasulullah SAW dan punya nilai utama di sisi Allah SWT. Dan sangat tepat kalau kita jadikan sebagai amalan unggulan di bulan Ramadhan. Apa nilai keutamaannya? Simaklah riwayat berikut.
Aisyah berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Dua rakaat shalat sunnah Fajar (Shubuh), nilainya lebih baik daripada dunia dan apa yang terkandung di dalamnya." (HR. Muslim, no. 1193). Dalam riwayat lain, "Dan peliharalah shalat dua rakaat sunnah Fajar, karena ia termasuk ibadah yang utama." (HR. Abu Daud, no. 5285). Di riwayat lain, "Shalat sunnah dua rakaat Fajar lebih baik nilainya daripada dunia secara keseluruhan." (HR. Ahmad, no. 25083). Aisyah berkata, ketika Rasulullah ditanya tentang shalat sunnah Fajar dua rakaat, beliau menjawab, “Dua rakaat itu lebih aku cintai daripada dunia dan isinya." (HR. Ahmad, no. 23108).
10. I'tikaf 10 Hari
Hukum asal dari i'tikaf adalah sunnah, kecuali yang mewajibkan diri dengan bernadzar. Meskipun sunnah, ibadah yang satu ini menjadi istimewa pada saat Ramadhan, terutama di 10 hari terakhir. Karena Rasulullah SAW sejak hijrah ke Madinah, tidak pernah meninggalkannya setiap Ramadhan. Istiqamahnya Rasulullah inilah yang membuat i'tikaf di 10 hari terakhir bulan Ramadhan menjadi ibadah unggulan. Aisyah berkata, "Apabila Rasulullah memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, mengencangkan ikat pinggangnya (meningkatkan ibadahnya dan menjauhi isterinya)." (HR. Muslim, no. 2008, Bab I'tikaf). Aisyah berkata, "Bahwasanya Rasulullah senantiasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian para isterinya juga beri'tikaf sepeninggal beliau." (HR. Bukhari, no. 1886).
Syarat i'tikaf. Pertama, niat. Berdasarkan hadits, "Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan." (HR.Bukhari dan Muslim). Kedua, puasa. Menurut Imam Malik dan Abu Hanifah. Berdasarkan hadits, "Barangsiapa beri'tikaf, maka hendaklah ia puasa." (HR. Abdur Razaq dengan sanad shahih). Sedangkan Imam Syafi'i berpendapat: "Puasa bukanlah syarat sahnya i'tikaf. Berdasarkan hadits, "Sesungguhnya Umar bernadzar untuk i'tikaf semalam, lalu Rasulullah menyuruhnya untuk menepati nadzarnya." (HR. Bukhari dan Muslim). Ketiga, masjid. Orang yang i'tikaf harus berada di Masjid dengan niat taqarrub kepada Allah dan berdiam diri disitu. Ibnu Hajar berkata: "Masjid merupakan syarat sahnya i'tikaf." (Kitab Fathul Bari: 4/277). Keempat, tidak mengumpuli istrinya. Allah berfirman, "Dan janganlah, kamu campuri mereka itu (isteri-isteri), sedang kamu beri'tikaf." (QS. Al-Baqarah: 187).
Wanita boleh beri'tikaf di 10 hari Ramadhan, berdasarkan riwayat dari Aisyah di atas. Pada dasarnya i'tikaf wanita sama dengan i'tikaf laki-laki, hanya saja perlu diperhatikan rambu-rambu berikut ini. Pertama, ada izin dari suaminya (bila sudah bersuami). Kedua, wanita lebih utama i'tikaf di masjid rumahnya (menurut Abu Hanifah). Sebagaimana diperbolehkan juga i'tikaf di masjid lain. Kalau di masjid umum, diutamakan yang tempatnya paling dekat dengan rumahnya, dan ada tempat khusus perempuan. Ketiga, jika dia haidh atau nifas, maka otomatis i'tikafnya batal. Dan boleh baginya untuk melanjutkan jika sudah suci. Keempat, hendaklah tidak sendirian, tapi ada wanita lain yang menemaninya.


6. Shalat Ba'da Wudhu
Bersuci diri dari hadats kecil dengan cara berwudhu ternyata punya banyak keutamaan, tidak hanya sebatas basah-basahan dengan air. Tapi itu merupakan ibadah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Tidak hanya saat kita mau shalat, di luar shalat pun kalau kita mau bersuci saat telah batal, maka wudhu sangat dianjurkan. Apalagi kalau hal itu kita lakukan dalam bulan Ramadhan, sehingga kita setiap saat bisa beribadah kepada Allah SWT dengan kondisi lebih baik karena kita dalam keadaan bersuci.

Termasuk keutamaan wudhu, Rasulullah SAW bersabda, "Istiqomahlah kalian dan jangan mengendor, ketahuilah bahwa termasuk amalan yang paling utama adalah shalat. Dan tidaklah mampu menjaga wudhu (suci dari hadats kecil) selain orang mukmin." (HR. Ibnu Majah, no. 237). Di riwayat lain, "Barangsiapa berwudhu dan ia menyempurnakan wudhunya, maka dosa-dosanya akan keluar dari badannya bahkan ada yang keluar dari balik kuku-kukunya." (HR. Muslim, no. 361).
Luar biasa, air wudhu yang kita basuhkan pada anggota badan kita, tidak hanya membersihkan kotoran luar yang melekat pada anggota badan tersebut, tapi kucuran atau tetesan airnya juga mampu menggelontorkan dosa-dosa dan kesalahan kita. Subhanalloh. Saat kita berkumur, bersihlah dosa yang disebabkan lisan. Saat kita membasuh muka, bersihlah dosa yang ada di muka. Saat kita membasuh tangan, bersihlah dosa yang dilakukan tangan. Saat kita mengusap kepala, dosa yang mengotori kepala ikut terusap. Saat kita menyiram kaki, luluhlah dosa-dosa yang mengotori kaki. Dan setelah itu, lengkapilah proses pencucian dosa itu dengan shalat dua rakaat pasca wudhu. Rasulullah bersabda: Humran berkata, "Aku telah melihat Utsman bin Affan berwudhu, (lalu ia menceritakan cara wudhu Utsman). 'Utsman berkata, 'Aku telah melihat Rasulullah berwudhu seperti cara wudhuku ini. Kemudian beliau bersabda, 'Barangsiapa berwudhu dengan cara wudhuku ini, lalu ia shalat dua rakaat tidak memikirkan hal lain dalam shalatnya (khusyu'), maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah berlalu." (HR. Bukhari, no. 1798)."Tidaklah seorang muslim berwudhu dan ia membaguskan wudhunya (menyempurnakannya), lalu ia melaksanakan shalat dua rakaat, khusyu' dengan segenap pikiran dan hatinya, kecuali ia berhak untuk masuk surga." (HR. Muslim). Dan masih dalam riwayat yang sama, Umar bin Khatthab menyambung lidah Rasulullah SAW, bahwa beliau juga bersabda : "Tidaklah salah seorang dari kalian menyempurnakan wudhunya, lalu membaca: 'Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, dan Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya', kecuali Allah akan membukakan baginya pintu-pintu surga yang jumlahnya delapan, dan ia diberi kebebasan untuk masuk melalui pintu yang mana saja." (HR. Muslim, no. 345).
Itulah yang dimaksud dengan ibadah unggulan di bulan Ramadhan. Alangkah bahagianya kalau kita bisa melaksanakan hal itu dalam bulan Ramadhan ini, dan kita lanjutkan pasca Ramadhan kelak. Sungguh sangat beruntung bila kita berhasil menunaikan ibadah yang satu ini.
7. Menyegerakan Berbuka
Mungkin kita pernah mendengar istilah 'ta'jil'. Apalagi dalam bulan Ramadhan, kalimat itu lebih sering kita dengar. Pada beberapa masjid di negeri kita ini disediakan makanan ringan dan minuman (kue, buah, kurma, kolak, air es, air putih) menjelang Maghrib tiba. Mereka menyebutnya dengan istilah ta'jil. Dan itu merupakan tradisi yang harus dikembangkan, karena banyak manfaat dan keutamaannya. Ta'jil arti sebenarnya adalah bersegera atau menyegerakan. Yang dimaksud di sini adalah menyegerakan berbuka puasa dengan makan makanan ringan yang manis atau sekadar minum air putih atau teh hangat.
Rasulullah SAW bersabda, "Kondisi orang yang berpuasa akan senantiasa baik-baik saja, selama mereka menyegerakan berbuka. Segerakanlah berbuka, karena orang-orang Yahudi kalau berpuasa mereka suka mengakhirkan (menunda) berbuka." (HR. Ibnu Majah, no. 1688). Hadits serupa juga diriwayatkan Bukhari, no. 1821 dan Muslim, no. 1838. Dan do'a yang dianjurkan untuk dibaca saat berbuka, di antaranya: ' Dzahabazh Zhoma-u, wabtallatil 'uruq, wa tsabatal ajru insya Allah'. (Telah hilang dahaga dan telah basah urat-urat nadi, dan pahala pun telah ditetapkan, insya Allah). (HR. Abu Daud, no. 2010).
Anas bin Malik berkata, “Rasulullah apabila berbuka, beliau makan beberapa butir kurma matang dan segar sebelum shalat. Jika tidak ada kurma matang dan segar, beliau makan beberapa kurma biasa. Kalau kurma biasa tidak ada, beliau minum beberapa teguk air.” (HR. Abu Daud, no 2009).
8. Mengakhirkan Sahur
Dalam al-Qur'an, Allah SWT telah menyebutkan karakter orang yang berbuat baik (Muhsin) di antaranya, "Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam, mereka memohon ampunan (kepada Allah)." (QS. adz-Dzariyat: 17-18). Akhir-akhir malam adalah waktu sahur, yaitu sekitar satu jam sebelum Shubuh. Itulah waktu yang mustajab, waktu yang cocok untuk memperbanyak istighfar dan beribadah kepada Allah SWT ."
Oleh karena itulah, kita dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk mengakhirkan sahur. Dan beliau juga berpesan kepada ummatnya agar tidak meninggalkan sahur. Meskipun kita merasa perut telah kenyang, dan kita merasa mampu atau kuat berpuasa walau tanpa makan sahur. Makan sahur merupakan pembeda antara model puasa orang mukmin dengan puasa ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani). "Perbedaan antara puasa kita (muslim) dengan puasa ahlul kitab adalah pada makan sahur." (HR. Muslim, no. 1836). Dan Rasulullah juga menginformasikan bahwa dalam makan sahur terdapat banyak keberkahan. "Makan sahurlah kalian, karena dalam sahur itu ada keberkahan." (HR. Bukhari, no. 1789 dan Muslim, no. 1835). Beliau juga menganjurkan kita untuk mengakhirkan sahur, "Ummatku senantiasa baik-baik saja (saat puasa) selama mereka mengakhirkan makan sahur." (HR. Ahmad, no. 20530).

Makan sahur tidak harus makan berat, seperti sepiring nasi atau yang sejenisnya. Yang penting kita bangun pada saat itu. Kalau kita merasa lapar, makanlah sesuai kebutuhan. Kalau tidak lapar, makanlah makanan ringan atau minum beberapa teguk. Yang utama kalau kita makan beberapa kurma saat sahur, "Sebaik-baik sahur seorang mukmin adalah beberapa butir kurma." (HR. Abu Daud, no. 1998). Dan usahakan sahur kita selesai sekitar 10 menit sebelum adzan Shubuh, seperti sahurnya Rasulullah." (HR. Bukhari dan Muslim). Setelah itu kita siap-siap untuk melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Abu Sa’id al-Khudri berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Sahur adalah makanan yang berkah, janganlah kalian meninggalkannya, meskipun hanya dengan seteguk air. Karena Allah melimpahkan karunia-Nya kepada orang-orang yang sahur, dan para malaikat-Nya berdo'a untuk mereka." (HR. Ahmad, no. 10969). Sungguh ibadah yang satu ini sangat istimewa dan utama, pantas menjadi ibadah unggulan di bulan puasa.
9. Dua Rakaat Fajar
Setelah makan sahur, sisakan waktu 10 menit (waktu Imsak) untuk rehat sejenak dan siap-siap pergi ke Masjid terdekat untuk shalat Shubuh berjamaah. Ketika telah mendengar adzan Shubuh, shalatlah dua rakaat fajar (sunnah qabliyah Shubuh) di rumah atau langsung pergi ke Masjid dan shalat di sana. Shalat sunnah satu ini sangat istimewa bagi Rasulullah SAW dan punya nilai utama di sisi Allah SWT. Dan sangat tepat kalau kita jadikan sebagai amalan unggulan di bulan Ramadhan. Apa nilai keutamaannya? Simaklah riwayat berikut.
Aisyah berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Dua rakaat shalat sunnah Fajar (Shubuh), nilainya lebih baik daripada dunia dan apa yang terkandung di dalamnya." (HR. Muslim, no. 1193). Dalam riwayat lain, "Dan peliharalah shalat dua rakaat sunnah Fajar, karena ia termasuk ibadah yang utama." (HR. Abu Daud, no. 5285). Di riwayat lain, "Shalat sunnah dua rakaat Fajar lebih baik nilainya daripada dunia secara keseluruhan." (HR. Ahmad, no. 25083). Aisyah berkata, ketika Rasulullah ditanya tentang shalat sunnah Fajar dua rakaat, beliau menjawab, “Dua rakaat itu lebih aku cintai daripada dunia dan isinya." (HR. Ahmad, no. 23108).
10. I'tikaf 10 Hari
Hukum asal dari i'tikaf adalah sunnah, kecuali yang mewajibkan diri dengan bernadzar. Meskipun sunnah, ibadah yang satu ini menjadi istimewa pada saat Ramadhan, terutama di 10 hari terakhir. Karena Rasulullah SAW sejak hijrah ke Madinah, tidak pernah meninggalkannya setiap Ramadhan. Istiqamahnya Rasulullah inilah yang membuat i'tikaf di 10 hari terakhir bulan Ramadhan menjadi ibadah unggulan. Aisyah berkata, "Apabila Rasulullah memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, mengencangkan ikat pinggangnya (meningkatkan ibadahnya dan menjauhi isterinya)." (HR. Muslim, no. 2008, Bab I'tikaf). Aisyah berkata, "Bahwasanya Rasulullah senantiasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian para isterinya juga beri'tikaf sepeninggal beliau." (HR. Bukhari, no. 1886).
Syarat i'tikaf. Pertama, niat. Berdasarkan hadits, "Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan." (HR.Bukhari dan Muslim). Kedua, puasa. Menurut Imam Malik dan Abu Hanifah. Berdasarkan hadits, "Barangsiapa beri'tikaf, maka hendaklah ia puasa." (HR. Abdur Razaq dengan sanad shahih). Sedangkan Imam Syafi'i berpendapat: "Puasa bukanlah syarat sahnya i'tikaf. Berdasarkan
Terbitkan Entri
hadits, "Sesungguhnya Umar bernadzar untuk i'tikaf semalam, lalu Rasulullah menyuruhnya untuk menepati nadzarnya." (HR. Bukhari dan Muslim). Ketiga, masjid. Orang yang i'tikaf harus berada di Masjid dengan niat taqarrub kepada Allah dan berdiam diri disitu. Ibnu Hajar berkata: "Masjid merupakan syarat sahnya i'tikaf." (Kitab Fathul Bari: 4/277). Keempat, tidak mengumpuli istrinya. Allah berfirman, "Dan janganlah, kamu campuri mereka itu (isteri-isteri), sedang kamu beri'tikaf." (QS. Al-Baqarah: 187).
Wanita boleh beri'tikaf di 10 hari Ramadhan, berdasarkan riwayat dari Aisyah di atas. Pada dasarnya i'tikaf wanita sama dengan i'tikaf laki-laki, hanya saja perlu diperhatikan rambu-rambu berikut ini. Pertama, ada izin dari suaminya (bila sudah bersuami). Kedua, wanita lebih utama i'tikaf di masjid rumahnya (menurut Abu Hanifah). Sebagaimana diperbolehkan juga i'tikaf di masjid lain. Kalau di masjid umum, diutamakan yang tempatnya paling dekat dengan rumahnya, dan ada tempat khusus perempuan. Ketiga, jika dia haidh atau nifas, maka otomatis i'tikafnya batal. Dan boleh baginya untuk melanjutkan jika sudah suci. Keempat, hendaklah tidak sendirian, tapi ada wanita lain yang menemaninya.

sumber : http://www.ghoibruqyah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar