Oleh : Novi Sriariani, S. Kom
Menulis menjadi momok bagi banyak orang tak terkecuali bagi guru. Padahal banyak penulis berpengalaman yang mengungkapkan pada kalangan luas bahwa menulis itu mudah. Aswendo Atmowiloto (Penulis dan budayawan) mengatakan dalam bukunya “Menulis itu gampang. Jika ingin menulis, mulailah dari segala sesuatu yang paling kita kuasai dan pahami.” Penulis-penulis lain bahkan banyak yang memberikan kiat-kiat untuk mudah menulis dan menjadi penulis. Tetapi mengapa penulis-penulis terbaik tidak muncul dari komunitas guru?
Menulis menjadi momok bagi banyak orang tak terkecuali bagi guru. Padahal banyak penulis berpengalaman yang mengungkapkan pada kalangan luas bahwa menulis itu mudah. Aswendo Atmowiloto (Penulis dan budayawan) mengatakan dalam bukunya “Menulis itu gampang. Jika ingin menulis, mulailah dari segala sesuatu yang paling kita kuasai dan pahami.” Penulis-penulis lain bahkan banyak yang memberikan kiat-kiat untuk mudah menulis dan menjadi penulis. Tetapi mengapa penulis-penulis terbaik tidak muncul dari komunitas guru?
Tidak banyak guru yang mau menulis. Indikatornya bisa kita lihat di toko-toko buku, juga dikoran-koran. Jarang kita temui penulis buku yang profesinya guru. Kalaupun ada hanya segelintir saja. Bahkan faktanya untuk kenaikan pangkat yang mengharuskan guru menghasilkan karya tulis dalam sebuah Penelitian Tindakan Kelas(PTK) saja guru kesulitan untuk membuatnya. Banyak cara kemudian ditempuh untuk bisa naik pangkat, salah satunya dengan membayar tenaga untuk membuatkan karya tulis. Atau bahkan menjiplak karya orang lain. Mengapa guru tidak terbiasa menulis? Padahal aktivitas itu dekat sekali dengan dunia guru. Apakah ada korelasinya jika banyak guru yang kurang mampu menulis dengan kurang profesionalnya guru mengemban jabatannya? Kalau kita telisik sebenarnya ada korelasinya juga menulis dan tingkat profesionalisme guru. Karena akhirnya para guru di tes kembali kompetensi mengajarnya, keprofesionalannya dengan adanya program sertifikasi guru. Sertifikasi guru ditujukan untuk peningkatan profesionalisme dan tingkat kesejahteraan guru. Salah satu syarat penilaian keprofesionalan guru, yaitu menulis buku,artikel, karya ilmiah dan bentuk tulisan lain.
Kalau dilihat guru adalah tokoh utama dalam dunia pendidikan seharusnya memiliki potensi menulis yang sangat besar. Guru seharusnya punya seabreg bahan untuk diangkat menjadi sebuah tulisan. Baik itu buku pelajaran yang bisa ditujukan untuk sumber belajar siswa. Menulis artikel di koran untuk membagikan pengetahuan dan mengasah ketrampilan menulisnya. Membuat Blog di internet untuk sharing ilmu dan pengetahuan yang dikuasainya. Membuat penelitian dan menuangkannya dalam karya ilmiah untuk mengevaluasi cara mengajarnya dan menggunakan metode mengajar yang bagaimana. Guru pun bisa menjadi penulis terkenal dengan menulis apapun. Hal itu menunjukkan bahwa menulis itu wujud dari aktulisasi keberadaan guru dan profesionalisme guru. Bagaimana tidak, jika menulis mengalir begitu saja, maka guru tidak kebingungan lagi untuk mencari poin untuk sekedar lolos sertifikasi. Untuk pengajuan Penilaian Angka Kredit (PAK) pun bisa dicantumkan kemampuan menulis guru ini, karena poinnya juga banyak.
Banyak diklat juga seminar yang mengupas tuntas cara membuat karya tulis bagi guru. Radar Tulungagung pun tak ketinggalan kepeduliannya pada dunia pendidikan ini dengan mengadakan pelatihan menulis artikel bagi guru. Diungkapkan dalam pelatihan ini bahwa menulis memang tidak segampang yang diungkapkan para penulis kenamaan, menulis merupakan ketrampilan yang paling sulit dibandingkan ketrampilan berbahasa lain seperti berbicara, mendengarkan dan membaca.
Dengan bergulirnya sertifikasi guru seharusnya menjadikan para guru tertohok untuk menulis. Banyak artikel gurupun bermunculan dimedia. Tetapi apakah menulis sekedar untuk mengejar poin sertifikasi semata? Dengan menulis sebenarnya guru bisa menuangkan apapun dipikirannya dan mendapatkan keuntungan lainnya diantaranya yaitu:
Pertama: Jika tulisan guru bisa dimuat dan dipublikasikan di media massa, maka hati kita akan senang, dan itu akan memberikan motivasi yang tinggi baginya untuk terus menulis.
Kedua: Guru akan mendapat income tambahan bahkan bisa lebih banyak dari gaji guru semula, jika menjadi penulis produktif. Tanpa sertifikasipun dengan menulis jika guru mau maka kesejahteraan guru bukan sekedar impian tetapi keniscayaan. Lihat saja kalau guru bisa menjadi penulis sekaliber penulis Ayat-ayat Cinta (Habbiburahman El Zirachy). Satu buku saja yang ditelurkan, royalti akan mengalir ke pundi-pundi sakunya sampai naik cetak berapa kali. Bagaimana dengan buku-buku selanjutnya. Artikel dikoran-koran besar jika lolos dan dipublish hasilnya sudah bukan lumayan lagi. Tidak itu saja jika tulisannya bermanfaat bagi pembacanya maka amal jariyah pasti akan melekat padanya. Jika intensitas kemunculan dimedia sering gurupun bisa terkenal. Apalagi sampai menghasilkan buku yang ‘best seller’.
Ketiga: Guru bisa dikategorikan orang yang intelektual, karena kemampuan tulis menulisnya yang diasah terus yaitu dengan banyak membaca, belajar mengidentifikasi dan menganalisa masalah. Guru akan menjadi orang yang kritis ditengah-tengah kesimpulan banyak guru yang kurang profesional. Dengan menulis bisa menunjukkan bahwa guru seharusnya punya kualitas berpikir yang lebih.
Keempat: Poin sertifikasi yang diwajibkan dimiliki akan mudah dipenuhi jika guru mau menulis. Berarti guru itu layak mengajar dan layak digaji lebih. Jika menulis artikel dan dimuat di media nilai kreditnya 2. Bayangkan jika guru rajin menulis dimedia. Otomatis PAK (Penilaian Angka Kredit) ditiap kenaikan pangkat guru juga akan mudah dipenuhi. Membuat karya ilmiah bukan kendala lagi jika kemampuan menulis guru sudah diasah. Tak perlu lagi menyogok untuk membayar Tulisan Karya Ilmiah sebagai syarat kenaikan pangkat yang lebih tinggi.
Begitulah keuntungan jika guru mau menulis. Sangat disayangkan jika peluang menjadi penulis ini disia-siakan. Guru sebenarnya juga bisa memotivasi muridnya untuk menjadi penulis terkenal. Karena kalau mau ditekuni keterampilan menulis ini bisa menjadi pekerjaan yang tidak kalah bergengsinya dengan pekerjaan lain. Dibutuhkan niat, latihan yang intens dan tahu kiat-kiatnya sukses menulis. Tetapi tidak ada kata terlambat jika kita mau menekuni dunia ini. Wahai para guru, wujudkan aktualisasi dan profesionalismemu dengan menulis. Kesuksesan menantimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar